Hidup ini adalah tempat untuk bekerja membuat amal-amal agama bukan tempat untuk bersenang-senang. Setiap orang yang lahir sebagai muslim, Allah telah berikan kepada mereka tanggung jawab. Tanggung jawabnya adalah bagaimana agama ini dapat wujud dalam diri kita sendiri dan diri setiap orang diseluruh alam. Nanti di akherat setiap orang yang meninggalkan dakwah bisa menjadi asbab mereka tertolak dari surganya Allah ta’ala. Di pengadilan Allah nanti semua orang akan membuat membuat laporan kerja yang akan dimintai pertanggung jawabannya :
- Hisab terhadap Amal kita
- Hisab terhadap Dosa kita
- Hisab terhadap Nikmat kita
Hari ini orang merasa bahwa dirinya bertanggung jawab atas perutnya, sehingga mengisi perut menjadi tujuan hidup. Jika standard hidup orang meningkat, maka kebutuhan hiduppun akan meningkat. Ketika gaji naik, keinginan bertambah : ingin baju baru, ingin mobil baru, ingin rumah baru, dll. Dari keperluan yang sederhana menjadi tekanan untuk menaikkan status sosial. Dari kebutuhan orang desa, menjadi kebutuhan orang kota. Inilah yang menyebabkan seseorang harus kerja lebih atau kerja lembur. Sampai mati orang ini akan terkejar-kejar biaya dan standard hidup, sehingga dia tidak punya waktu lagi untuk agama. Orang seperti ini akan menjalani hidupnya penuh dengan kesusahan dan penderitaan. Inilah dunia tidak habis dari masalah dan memakan waktu hidup kita. Tanpa kita sadari tau-tau waktu kita sudah habis dan ternyata kita sudah ada di kubur. Alam semesta ini Allah ciptakan dalam waktu 6 hari, tetapi dunia ini Allah ciptakan sudah memakan waktu 4 hari dari keseluruhan penciptaan.
Seseorang tidak akan mati sebelum rizki yang telah ditentukan Allah untuknya habis. Rizki manusia ini telah tercatat di Lauh Mahfudz oleh Allah, ini tidak akan bertambah dan tidak akan berkurang, mutlak adanya. Sementara manusia ini sibuknya memperbaiki sistem-sistem yang menurut mereka dapat menambah rizki, seperti : Sistem Ekonomi, Sistem Pertanian, Sistem Jasa, dan lain-lain. Ini adalah suatu kemustahilan merubah sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah Ta’ala. Setiap manusia membawa ketatapan rizki dari Allah yang berbeda-beda. Secanggih apapun sistem yang dibuat manusia, ketetapan Allah tidak bisa dirubah dengan cara apapun. Rizki manusia yang telah Allah tetapkan tidak ada hubungannya dengan usaha manusia atau sistem modern yang dirancang manusia. Allah perintahkan kita kerja tidak ada hubungannya dengan rizki yang telah Allah tetapkan. Allah perintahkan kita kerja untuk menguji keyakinan kita, bergantung pada asbab atau pada Rabbul asbab. Jika ini kita yakini seharusnya kita sudah menyibukkan diri kita pada perkara Iman dan Amal.
Seorang yang beriman harus menyadari bahwa kondisi apapun yang Allah berikan padanya saat ini adalah yang terbaik untuknya. Kenapa seseorang Allah jadikan dirinya miskin ini karena jika dia Allah jadikan kaya maka dia akan durhaka kepada Allah. Kenapa seseorang Allah jadikan seseorang itu kaya karena jika dia miskin maka dia itu akan durhaka kepada Allah. Dalam setiap kondisi yang Allah berikan pada setiap orang ini adalah demi kebaikan orang tersebut. Suatu ketika Musa AS bertemu dengan seorang miskin yang menguburkan dirinya untuk berlindung dari dingin dan lapar. Ketika si Miskin melihat Musa AS, dia meminta Musa AS untuk mendo’akannya agar Allah mau merubah kondisi dan keadaannya menjadi lebih baik. Si miskin ini menangis merengek-rengek kepada Musa AS minta di do’akan menjadi kaya. Melihat kondisi si miskin ini begitu mengharukan, akhirnya dengan rasa iba Musa AS mendo’akannya kepada Allah agar di ubah kondisinya menjadi kaya. Setelah berapa lama kemudian, akhirnya Allah telah ubah nasib si miskin ini menjadi orang yang kaya. Namun apa yang terjadi setelah dia menjadi kaya, si miskin tadi lalai dan kufur dari nikmat Allah. Ia menyalah gunakan uangnya untuk kemaksiatan dan bermain dengan kekuasaan. Si miskin ini setelah kaya suka mabuk-mabukan, dzolim terhadap hidup orang lain, dan banyak perbuatan maksiat lainnya. Sehingga suatu ketika dia melanggar peraturan hukum kelas berat yang menyebabkannya harus di gantung. Ketika orang beramai-ramai datang untuk melihat, Nabi Musa AS yang kebetulan lewat melihat hal itu. Lalu Nabi Musa terkejut karena orang yang akan di gantung itu adalah orang miskin yang dia do’akan untuk menjadi orang kaya. Inilah contoh orang yang tidak bisa menjaga prasangka baik terhadap ketetapan hidup yang Allah kasih kepadanya. Ketika si miskin yang menjadi kaya ini kufur terhadap nikmat yang telah Allah berikan, akhirnya Allah cabut nikmat itu darinya dan Allah hinakan dia.
Kita harus bersyukur atas segala nikmat yang Allah kasih, agar Allah tidak cabut nikmat itu dari kita. Allah tidak akan mencabut nikmat seseorang, sampai orang itu kufur dari nikmat Allah. Kita harus yakini kondisi yang Allah kasih saat ini adalah kondisi yang terbaik bagi kita menurut Allah. Jika kondisi yang ada sekarang kita ingin ubah menurut kemauan kita bukan kemauan Allah, nantinya kita akan kufur dari nikmat Allah, seperti si miskin tadi. Ali RA berkata bahwa jalan ke surga itu ada 2, yaitu :
- Bersyukur ketika senang
- Bersabar ketika susah
Seluruh keadaan yang baik dan yang buruk adalah ujian dari Allah ta’ala. Di kisah itu, si miskin mengira jika ia menjadi kaya maka dia akan mendapatkan keberhasilan. Padahal sesuatu yang menurut kita baik belum tentu baik menurut Allah Ta’ala. Kelihatannya baik untuk kita, padahal yang menurut kita baik bisa banyak mendatangkan banyak mudharat buat kita, siapa yang tahu ? Allah yang tahu. Yang paling penting saat ini adalah kita harus bersyukur dan berprasangka baik kepada Allah dalam kondisi apapun yang Allah berikan kepada kita.
Hidup ini seperti roda putar tempat hiburan, “Merry Go Round”. Ada orang yang dibawah dan ada orang yang diatas. Sudah menjadi tradisi orang yang diatas akan selalu memandang randah orang yang dibawah. Sedangkan orang yang dibawah akan selalu memandang tinggi orang yang diatas. Orang yang dibawah akan selalu berharap kapan gilirannya untuk berada diatas. Setalah mereka sampai diatas maka merekapun akan memandang rendah orang yang dibawah. Ini akan terjadi terus menerus sampai roda itu berhenti dan orag-orang harus keluar. Nabi SAW pernah memberi nasehat kepada Abu Dzar, “Janganlah kamu selalu melihat orang-orang yang diatas, ini akan menyebabkanmu menjadi kufur atas nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepadamu.”
Sekarang umat Islam sering ditindas dan ditekan oleh bangsa kafir yang keduniaannya diatas orang Islam. Untuk dapat mengatasi ini, penting kita tawajjuhkan, gantungkan, diri kita hanya kepada Allah. Jika kita benar tawajjuhnya, maka nanti akan balikkan kondisi umat Islam yang dibawah ini menjadi diatas seperti roda putar tadi. Allah telah buktikan dalam kehidupan para sahabat, bagaimana Allah balikkan kehidupan mereka yang penuh dengan kehinaan menjadi penuh dengan kemuliaan. Dari bangsa yang dihinakan menjadi bangsa yang berkuasa dan mulia.
Begitu juga diri kita, jika dalam keadaan susah jangan tawajjuhkan diri kita kepada kekayaan seseorang. Ini akan menimbulkan kesusahan dan kita menjadi tidak bersyukur atas nikmat Allah pada kita. Sehingga kita akan dengki melihat kesenangan orang lain dan membawa prasangka buruk kepada Allah, “Kenapa Allah jadikan saya orang miskin dan tidak jadikan saya orang kaya ?” Prasangka buruk kepada Allah tidak akan membawa kebaikan bagi kita dan tidak akan bisa merubah kondisi hidup kita. Keadaan seperti ini akan menimbulkan masalah buat kita. Masalah akan datang asbab kita kufur dari nikmat Allah dan tidak berprasangka baik kepada Allah.
Penting kita tawajjuhkan diri kita dalam keadaan apapun hanya kepada Allah, dalam keadaan senang ataupun susah, miskin ataupun kaya, sehat ataupun sakit. Sejauh mana kita taat pada Allah dalam keadaan tersebut. Ketika susah kita taat dan ketika senangpun tetap taat, begitu juga sebaliknya. Jika kita bisa mentawajjuhkan diri kita pada Allah dalam berbagai keadaan, maka hasilnya adalah sabar ketika susah dan syukur ketika senang. Nabi Yusuf AS hidupnya penuh dengan kesusahan dan mujahaddah. Namun kesusahan itu tidak melalaikannya dari Allah. Setelah Yusuf AS Allah ubah hidupnya menjadi penuh dengan kemuliaan, namun kemuliaan yang dimiliki tidak melalaikan Yusuf AS dari Allah ta’ala.
Ciri-ciri orang yang :
- bersabar ketika susah adalah orang yang tetap taat pada Allah walaupun dalam kesusahan.
- bersyukur ketika senang adalah orang yang menambah pengorbanan dan meningkatkan amal-amalnya diwaktu senang.
Akan datang suatu masa dimana Allah akan balikkan kehidupan orang kafir sebagaimana Allah telah balikkan kehidupan Bani Israil dari mulia menjadi hina. Firaun telah Allah hinakan karena dia telah menolak perintah Allah untuk beriman . Keadaan Firaun seharusnya menjadi pelajaran bagi Bani Israil. Musa AS berkata kepada mereka, “Wahai Bani Israil, Allah telah singkirkan kamu dari rasa takut terhadap Firaun. Janganlah kalian lalai dan kufur dari Nikmat Allah karena Allah akan mengawasi kalian dan akan menguji kalian. Jika kalian lalai dan kufur seperti Firaun, maka Allah akan menyingkirkan kalian sebagaimana Allah telah singkirkan Firaun.”
Semua mahluk hidup dari tumbuh-tumbuhan, binatang, dan manusia, semuanya mendapatkan Rizkinya dari Allah Ta’ala. Manusia telah Allah berikan banyak kenikmatan dari binatang, tumbuh-tumbuhan, udara, air, matahari, dan lain-lain. Allah telah berikan apa yang kita mau, namun kita tidak pernah memperhatikan apa yang Allah mau. Ini sama saja seperti kita makan di hotel tetapi kita tidak mau bayar, kira-kira apa yang akan terjadi pada diri kita ?
Daud AS awalnya dari hidup miskin, hanya sebagai seorang pengembala, hingga menjadi seorang raja. Ia seorang nabi, seorang raja, bersuara indah, mampu melunakkan besi dengan tangannya, tetapi ia tidak pernah lupa kepada Allah. Nabi Daud AS merupakan contoh manusia yang tahu rasa syukur kepada Allah atas nikmat-nikmatnya. Bukti syukurnya kepada Allah adalah dengan meningkatkan korban dan amal-amal agamanya. Bagaimana syukurnya Nabi Daud AS sebagai seorang raja yaitu dengan sehari puasa dan sehari tidak, padahal dia seorang raja yang mampu memesan makanan dari jenis apapun. Inilah amalan syukur Nabi Daud AS.
Nabi SAW selalu bersyukur kepada Allah setiap malam. Syukurnya Nabi SAW di tunjukkan dalam Ibadah Nabi SAW yang semakin hari semakin lama dan semakin kuat. Sehingga menyebabkan Aisyah R.ha bertanya kepada Nabi SAW, “Ya Nabiullah, mengapa engkau begitu lama dan keras dalam beribadah, padahal Allah telah menjamin tempatmu disurga dan sudah mensucikanmu dari segala dosa.” Lalu Nabi SAW menjawab, “Tidakkah seharusnya aku bersyukur atas apa yang aku dapat.” Jadi syukurnya Nabi SAW ditunjukkan dengan amal Ibadahnya.
Umat terdahulu banyak yang Allah tinggikan kedudukannya dan Allah muliakan mereka di dunia. Allah berikan mereka kenikmatan-kenikmatan berupa pertolongan Allah seperti Bani Israil, harta seperti pada Qorun, kekuasaan seperti pada Firaun, kekuatan seperti kaum Ad, pertanian seperti kaum Saba, perumahan seperti kaum Tsamud, perdagangan seperti kaum Madyan, dan lain-lain. Tetapi kebanyakan dari mereka setelah itu menjadi kufur terhadap nikmat Allah, sehingga mereka Allah hancurkan. Bedanya dengan sahabat adalah sahabat lebih memilih kehidupan zuhud terhadap dunia, secukupnya dan sederhana, agar tidak lalai dari Allah. Nabi SAW pernah ditawarkan kerajaan dunia oleh Allah, tetapi Nabi SAW lebih memilih sehari lapar karena puasa dan sehari kenyang. Nabi SAW bilang mahfum, “Karena ketika aku lapar aku dapat bersabar dan mengingatmu, dan ketika aku kenyang aku dapat bersyukur dan memujimu.” Inilah keyakinan Nabi SAW terhadap amal, sehingga ketika Allah tawarkan dunia, ditolak oleh Nabi SAW. Beliau SAW lebih suka memilih amal sabar ketika lapar dan syukur ketika kenyang, dibanding keduniaan yang Allah janjikan. Ini karena beliau SAW yakin bahwa yang namanya kebahagiaan dan kesuksesan itu hanya datang dari amal-amal agama.
Keyakinan Nabi SAW dalam amal agama ini mengalir dalam diri para sahabat RA. Suatu ketika seorang sahabat bernama Abu Hudzafah RA, ditawarkan dunia oleh raja dengan memberikan ½ dari kerajaannya asal sahabat ini mau meninggalkan agamanya. Tetapi apa kata sahabat ini, “Walaupun engkau berikan seluruh kerajaanmu kepadaku, aku tidak akan meninggalkan agamaku walaupun itu hanya sekedip mata.” Inilah keyakinan sahabat RA atas amal-amal agama. Mereka yakin kebahagiaan, kemuliaan, dan kesuksesan tidak datang dari kebendaan dan kekuasaan, tetapi datang sejauh mana kita mengamalkan agama.
Utusan Raja Romawi ketika hendak bertemu dengan Umar RA, dia bertanya dengan orang tempatan mengenai kerajaan tempat raja mereka. Para sahabat ketika itu berkata, “Pemimpin kami tidak mempunyai kerajaan dan juga bukan seorang raja.” Lalu utusan itu terkejut mendengar jawaban sahabat. Bangsa ini adalah yang mengalahkan Romawi sebagai bangsa terkuat tetapi tidak mempunyai Raja dan Kerajaan. “Kalau begitu siapa pemimpin kamu ?” tanya utusan tadi. Sahabat menjawab, “Kami dipimpin oleh seorang Khalifah pemimpin orang beriman, Amirul Mukiminin, Umar Al Farouk”. Setelah diantar utusan tadi bertemu dengan Umar, utusan tadi kembali terkejut setelah didapatinya Umar RA pemimpin bangsa yang mengalahkan romawi, pakaiannya bertambal-tambal, dan sedang tertidur dibawah pohon hanya dengan memegang tongkat tanpa ada yang menjaganya. Utusan itu berkata, “Raja kami hidup di istana mewah, tidur dengan kasur yang empuk, dikelilingi oleh wanita-wanita cantik, dan di jaga oleh ribuan prajurit tiap malamnya. Tetapi Rajaku tidak pernah bisa tidur dengan tenang seperti tenangnya tidurnya pemimpin kalian.” Inilah buktinya bahwa Allah mampu memberikan ketenangan dan kebahagiaan orang, asbab dia mau taat kepada Allah, walaupun dia tidak punya kerajaan, tidak punya pengawal, baju bertambal tambal, dan tidurnya di jalanan. Dan Allah mampu memberi kesusahan kepada seseorang, asbab dia tidak taat kepada Allah, walaupun dia tinggal di istana, tidur dikasur empuk, dan di jaga ribuan tentara.
Sahabat RA dahulu ketika ada perintah membayar zakat, maka mereka akan memilih dari ternaknya yang terbaik. Sahabat tidak terkesan pada kebendaan yang mereka miliki, mereka hanya terkesan pada perintah Allah dan bagaimana mengamalkannya. Tetapi kini kita masih banyak yang masih kesan terhadap kebendaan yang kita punya ketika diminta untuk mengorbankannya demi perintah Allah. Jika zakat berupa binatang, maka akan kita pilih-pilih dulu agar jangan sampai terpilih yang terbagus atau yang terbaik, cukup gugurkan kewajiban saja sesuai dengan persyaratan. Inilah kelemahan Iman kita saat ini, masih terkesan dengan kebendaan ketika menunaikan perintah Allah.
Jika Dakwah ini benar dijalankan, maka hasilnya adalah rasa cinta terhadap ketaatan pada perintah-perintah Allah. Sahabat RA tidak mencintai hartanya, tetapi yang mereka cintai adalah ketaatan pada Allah dan RasulNya. Mereka selalu dalam posisi mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan kepada mereka, sehingga Allah berikan keberkahan dalam kehidupan mereka. Ketika perang Tabuk dimulai, orang munafik mengejek sahabat, “Jika kalian tinggalkan ladang dan perdagangan kalian, dari mana kalian akan mendapatkan rizki ?” Lalu Sahabat menjawabnya, “Kami pergi meninggalkan Rizki menuju kepada pemberi Rizki.” Berbeda dengan Qorun yang tidak mau mengorbankan hartanya untuk perintah Allah ketika perintah zakat harta turun. Ini karena kecintaan dia yang terlalu dalam pada hartanya, sehingga dia durhaka pada perintah Allah. Qorun malah berkata, “Harta ini adalah hasil jerih payahku sendiri karena kepintaranku, bukan karena pemberian orang lain.” Inilah perbedaan kehidupan orang-orang yang di ridhoi Allah dan di benci Allah.
Dalam suatu kisah ada seorang kaya pergi bersama istrinya keliling kota. Di perjalanan sang istri ini melihat sekumpulan orang miskin yang begitu bahagia mendapatkan makanan yang menurutnya tidak layak. Sehingga ini menimbulkan pertanyaan baginya. Lalu dalam perjalanan sang suami memberikan uang 1 rupiah kepada orang miskin, dan si miskin tersebut terlihat senang sekali. Sisanya 99 rupiah diberikan suaminya kepada sang istri. Istrinya bertanya dengan nada mengeluh, “Ini kurang 1 rupiah lagi, mengapa hanya diberi 99 rupiah saja ?” Lalu sang suami menjawab, “Inilah bedanya kamu dengan orang miskin tadi, dia bisa merasakan bahagia karena dia merasa cukup dan bersyukur atas nikmat yang di terimanya. Sedangkan kamu tidak punya rasa cukup dan tidak bersyukur atas nikmat yang kamu terima sehingga kamu selalu merasa kekurangan.” Jadi kebahagiaan itu datang dari sifat Qonaah terhadap dunia dan rasa bersyukur atas nikmat dari Allah. Jika kita bersyukur maka nikmat ini akan Allah tambah. Sedangkan kesusahan hati akan datang dari rasa tidak puas atas nikmat dan kurang bersyukur atas pemberian Allah. Inilah yang terjadi pada sang istri yaitu selalu merasa kurang dan tidak puas. Kaya itu bukannya banyaknya kebendaan yang kita miliki, tetapi kaya itu adalah hati yang kaya yaitu selalu merasa cukup dengan keadaan. Sedangkan miskin itu bukannya kekurangan kebendaan, tetapi hati yang selalu tidak pernah merasa cukup dan hati yang selalu tidak pernah merasa puas. Hati yang tidak pernah cukup dan puas akan menyebabkan dia selalu dalam kondisi kekurangan.
Sahabat Saad bin Abi Waqqash RA, ketika dia sedang sakit keras, ia berkata kepada Rasullullah SAW, “Ya Nabiullah, saya ingin mengorbankan seluruh harta saya di jalan Allah.” Namun Nabi SAW menolaknya. Lalu Saad RA berkata lagi, “Bagaimana kalau ½ dari hartaku ?” Nabi SAW tetap menolaknya. Lalu dia kurangi lagi menjadi 1/3 dari hartanya, baru diterima oleh Nabi SAW. Nabi SAW berkata kepada Saad RA, “Allah masih akan menggunakanmu dan hartamu untuk agama Allah.” Inilah sahabat dalam keadaan sakitpun yang dipikirkan adalah bagaimana dia masih dapat berkorban untuk agama Allah. Nabi SAW menolak permintaan Saad RA karena beliau SAW tahu bahwa Allah masih akan menggunakan Saad RA sebagai asbab kejayaan Islam dan Nabi SAW juga tidak ingin keluarga Saad RA hidup dari meminta-minta. Setelah Nabi SAW wafat, tentara Islam dibawah kepemimpinan Saad RA berhasil menguasai Dataran Persia. Inilah pemberian Allah kepada orang lolos dari ujian Allah.
Ibrahim AS baru bisa mendapatkan anak laki-laki ketika baru berumur 98 tahun. Namun ketika dalam keadaan bahagia menerima anak yang telah lama di idamkannya, Allah malah memerintahkan Ibrahim AS untuk menyembelihnya. Walaupun Ibrahim AS mencintai anaknya, namun Ibrahim AS lebih mencintai perintah Allah. Ibrahim AS lolos ujian ini, sehingga Allah berkati dan Allah pelihara keturunan Ibrahim AS. Dari Ibrahim AS lahir nabi-nabi Allah, termasuk Nabi SAW.
Semua yang ada di dunia ini sudah pernah Allah hancurkan dari sebuah keluarga, kaum, bangsa, individu, pertanian, perdagangan, dan lain-lain. Tetapi Allah belum pernah menghancurkan orang yang berjuang di jalan Allah. Allah Maha Pemaaf dan Maha Pengampun, ketika seseorang akan masuk surga, Allah dengan sifat RahmatNya akan memaafkan dan mengampunkan hambanya terlebih dahulu. Di Akherat jika Allah bertanya, “Kenapa Engkau lakukan ini ?” ini tandanya orang yang di tanya akan langsung masuk Neraka. Siapa yang mampu menjawab jika Allah sudah bertanya, “Kenapa ?” Namun jika Allah menunjuki kesalahan kita dan berkata, “Apakah kamu mengakui kesalahan ini ?” ini berarti ada kemungkinan Allah akan memaafkan kita, jika kita mengakuinya.
Segala kondisi dan keadaan yang terjadi pada kita semuanya datang dari Allah, dan Allah yang paling tahu apa yang terbaik untuk kita. Oleh karena itu jangan kita mengeluh atau menyesal. Jika Allah uji kita dengan menutup satu pintu, kalau kita sabar, maka Allah akan bukakan pintu-pintu yang lain. Jika kita istighfar terhadap kesalahan-kesalahan, maka Allah akan bukakan pintu-pintu yang lain lebih banyak lagi.
assalamu'alaikum wr.wb akhwat saya minta ijin copy dan share.. terimakasih..
ReplyDelete